Halaman

Rabu, Februari 28, 2018

Hubungan Pertanyaan Pemimpin dan Suasana Kerja

Pemimpin perlu memahami betapa kuatnya efek dari pertanyaan. Kalimat tanya yang terlontar dari mulut seorang pemimpin tentu akan menentukan suasana kerja di tim dan organisasi. Nyaman atau tidak, membangun atau merusak, menghasilkan solusi atau menghasilkan luka.

Michael Marquardt dalam bukunya Leading with Questions (2005), memberikan pernyataan penting, "The questions that a leader asks send messages about the focus of the organization. They are indeed indicators of what’s of most concern to the leader." (Pertanyaan yang diajukan pemimpin mengirim pesan tentang fokus organisasi. Itu adalah indikator dari apa yang paling menjadi perhatian pemimpin.)

Kita sebagai pemimpin tentu tidak pernah tidak bertanya. Mari kita pelajari beberapa jenis pertanyaan, sambil melakukan refleksi, pertanyaan mana yang biasa kita lontarkan kepada orang lain, khususnya bawahan kita.

Ada tiga jenis pertanyaan yang bisa diajukan pemimpin kepada bawahan ditinjau dari sisi efek dari pertanyaan itu. Pertama adalah pertanyaan yang membangun (empowering/helpful questions), kedua adalah pertanyaan yang tidak membangun (disempowering questions), ketiga adalah pertanyaan yang tidak berguna (useless/unhelpful questions).

Pertanyaan jenis pertama, empowering questions, akan membuat orang berpikir dan mengeksplor jawaban dari dirinya sendiri. Efeknya menumbuhkan tanggungjawab dan rasa memiliki dari hasil yang kelak muncul (ownership for the results). Pertanyaan jenis ini menyebarkan sikap positif dan kontributif, serta menciptakan suasana high-energy dan high-trust dalam tim. Orang jadi berani mengambil risiko, memupuk relasi yang dalam, serta menghilangkan resistensi terhadap perubahan. Beberapa contoh pertanyaan empowering misalnya:
  • Bagaimana perasaan Anda tentang proyek kita sejauh ini?
  • Apa hal yang sudah Anda capai sejauh ini, yang benar-benar membahagiakan?
  • Bisakah Anda jelaskan, hasil dari proyek ini kelak jadinya seperti apa?
  • Bagian mana dari tujuan kita yang menurut Anda paling mudah dicapai? Bagian yang paling sulit?
  • Apa manfaat paling besar buat pelanggan kita jika kita mencapai semua tujuan ini? bagi perusahaan kita, bagi tim kita, bagi Anda pribadi?
  • Menurut Anda, apa hal terpenting yang harus terjadi agar tujuan kita tercapai?
  • Dukungan apa yang Anda butuhkan supaya kamu sukses mencapai tujuan kita ini?

Pertanyaan jenis kedua adalah pertanyaan yang disempowering. Pertanyaan jenis ini akan menguras energi dan menyebabkan reaksi ketimbang kreasi. Pertanyaan ini justru menutup pintu untuk dilakukannya identifikasi masalah, bahkan tanpa sengaja mencegah orang untuk mengklarifikasi sesuatu jika terjadi kesalahpahaman. Pertanyaan ini juga akan mengancam self-esteem dari bawahan serta malah mengalihkan substansi pertanyaan dari permasalahan menjadi personal, obyektif menjadi subyektif. Akibatnya sering muncul mekanisme pertahanan diri, bawahan berada dalam mode defensif, dan melihat diri mereka sebagai bagian dari problem, bukan sebagai sumber dari solusi kreatif. Berikut beberapa contoh pertanyaan disempowering, bandingkan dengan pertanyaan di atas:
  • Mengapa Anda tidak mampu memenuhi skedul kita?
  • Apa sih masalahnya dari proyek / goal ini, sehingga Anda tidak bisa mencapainya?
  • Mengapa Anda tidak bisa memandang proyek ini dalam jangka panjang?
  • Mengapa Anda selalu mengeluh tentang target kita?
  • Siapa diantara tim Anda yang tidak bisa mengikuti kecepatan langkah perusahaan?
  • Bukankah Anda seharusnya bisa lebih baik daripada hasil sekarang ini?
  • Apa saja yang bisa Anda korbankan bagi organisasi? Tidakkah Anda punya rasa memiliki?

Pertanyaan jenis ketiga adalah pertanyaan tak berguna karena sebenarnya memang bukan pertanyaan. Dapat digolongkan menjadi dua yaitu 'leading questions' dan 'multiple questions'. Dalam konteks menggali data dan memahami bawahan, kedua jenis pertanyaan ini sebenarnya bukanlah pertanyaan.
Leading questions berbentuk seolah pertanyaan, namun sesungguhnya adalah dimaksudkan untuk menggiring orang lain untuk merespon sesuai kehendak penanya. Contoh: Anda pasti mau melakukannya sendirian, kan?. Pertanyaan ini biasanya menyertakan jawaban yang dikehendaki penanya dalam kalimat tanyanya. Contoh:
  • Tidakkah Anda setuju bahwa John itu sumber masalah di tim Anda?
  • Apa pendapatmu tentang John? Saya rasa dia bukan team-player, kan?
  • Semua orang di tim menilai John itu masalah di tim kita, bagaimana menurut Anda?

Problem dari leading questions adalah ia tidak benar-benar ingin mencari informasi. Ia adalah bentuk tersembunyi (tidak terlalu tersembunyi juga sebenarnya) dari suatu usaha pemaksaan pengaruh, persuasi, atau opini penanya. Apalagi bila ada perbedaan power antara penanya dan responden, efek pertanyaan ini bisa melemahkan dan timbul apatisme. Bahkan dalam kondisi power yang sejajar pun, pertanyaan semacam ini dapat merusak hubungan.

Satu lagi, multiple questions, yaitu sederetan pertanyaan yang sambung-menyambung dalam satu rangkaian untuk juga menggiring responden agar menyetujui pendapat penanya walau efeknya sebenarnya memusingkan responden. Multiple questions, terutama bila berupa pertanyaan tertutup, dapat menyebabkan orang merasa disudutkan dan diinterogasi. Responden akan merasa bahwa si penanya memiliki agenda pribadi yang tidak melibatkan atau mempedulikan pendapat dari dirinya.

Mari kita coba teliti sejenak, mana pertanyaan-pertanyaan yang sering terlontar dari mulut kita. Coba cek pula efeknya terhadap suasana organisasi Anda. (dhw)

Referensi: Michael J. Marquardt, 2005, Leading with Questions: How Leaders Find the Right Solutions by Knowing What to Ask. Jossey-Bass. California.

1 komentar: