Claudia Mueller dan Carol Dweck dari
Colombia University dalam American Psychological Association's Journal of
Personality and Social Psychology[1], menuliskan
hasil riset mereka pada 412 anak kelas 5 SD berumur 10-12 tahun. Mereka
membandingkan prestasi dari anak yang dipuji berdasar kepintaran pribadi dengan
anak yang dipuji berdasar usaha mereka. Pujian terhadap pribadi misalnya,
"Kamu pasti anak yang pintar." Sedangkan pujian terhadap usaha
misalnya, "Kerja kerasmu dalam menyelesaikan soal-soal ini memang
bagus."
Hasilnya anak yang dipuji berdasar
pribadi (bukan usahanya), cenderung turun prestasinya saat diberi tugas berikut
yang lebih sulit. Sebaliknya anak yang dipuji berdasar usahanya, meningkat
prestasinya saat diberi tugas berikut yang lebih sulit.
Menurut Dweck, memuji pribadi tidak
serta merta meningkatkan self-esteem anak, namun justru meningkatkan perilaku self-defeating
seperti cemas gagal dan menghindari risiko. Sebaliknya, bila anak diajar untuk
menghargai usaha, seperti konsentrasi, membuat strategi, dan bekerja keras,
maka anak akan mengembangkan motivasi, performa, dan self-esteem yang
sustainable.
Lebih lanjut, hal ini ternyata
berkaitan dengan mindset kita. David Rock dalam bukunya Your Brain at Work
menyatakan ada dua jenis mindset. Pertama adalah fixed mindset, yaitu pola
pikir yang tetap. Lawannya adalah growth mindset, atau pola pikir yang
bertumbuh. Contoh fixed mindset adalah, "Saya memang begini orangnya. Soal
marketing saya tidak bisa menguasainya. Latar belakang pendidikan saya bukan di
situ." Sementara growth mindset contohnya, "Dunia marketing memang belum
pernah saya ketahui, tapi saya bisa mempelajarinya."
Kembali ke soal pujian, ternyata
menurut Meng Tan (2012) dalam bukunya Search Inside Yourself, pujian pada
pribadi akan memperkuat fixed mindset. Sedangkan pujian pada proses akan
memperkuat growth mindset.
Lagipula, salah satu Bapak
Psikologi Alfred Adler (1927) pernah menyatakan bahwa exhibisionisme (memamerkan
ketelanjangan) berakar dari vanity yang bermula dari pujian-pujian orang tua
yang mengarah ke fisik saja, bukan ke aktivitas anak.
Jadi mulai sekarang, perhatikan
pujian yang kita keluarkan. Area apa yang kita puji, pribadi atau usahanya. Hati-hati
dengan umpan balik yang kita berikan pada orang lain, baik bawahan, teman, istri,
atau anak. Pujilah proses bukan pribadi. Gak mau kan kalau bawahan kita
tiba-tiba jadi exhibisionis?
[1]
Claudia M. Mueller and Carol S. Dweck from Columbia University. 1998. Praise
for Intelligence Can Undermine Children's Motivation and Performance. Journal
of Personality and Social Psychology 1998, Vol. 75, No. 1, 33-52, American
Psychological Association, Inc.