Halaman

Rabu, Desember 06, 2017

Tak Semua Pujian itu Baik

Banyak orang tahu bahwa memuji itu baik. Namun tidak semua orang tahu bahwa pujian juga bisa berefek negatif. Memuji itu bukan perkara mudah. Pujian yang salah justru dapat membuat orang yang dipuji merasa diremehkan. Kita bisa tanpa sengaja memandang rendah orang lain saat memuji mereka. Misalnya anda memuji peserta pelatihan Anda dengan kalimat, "Cepat juga anda mengerti apa yang saya jelaskan." Mereka yang dasarnya memang orang pintar bisa saja malah tersinggung dengan "pujian" Anda.
Claudia Mueller dan Carol Dweck dari Colombia University dalam American Psychological Association's Journal of Personality and Social Psychology[1], menuliskan hasil riset mereka pada 412 anak kelas 5 SD berumur 10-12 tahun. Mereka membandingkan prestasi dari anak yang dipuji berdasar kepintaran pribadi dengan anak yang dipuji berdasar usaha mereka. Pujian terhadap pribadi misalnya, "Kamu pasti anak yang pintar." Sedangkan pujian terhadap usaha misalnya, "Kerja kerasmu dalam menyelesaikan soal-soal ini memang bagus."
Hasilnya anak yang dipuji berdasar pribadi (bukan usahanya), cenderung turun prestasinya saat diberi tugas berikut yang lebih sulit. Sebaliknya anak yang dipuji berdasar usahanya, meningkat prestasinya saat diberi tugas berikut yang lebih sulit.
Menurut Dweck, memuji pribadi tidak serta merta meningkatkan self-esteem anak, namun justru meningkatkan perilaku self-defeating seperti cemas gagal dan menghindari risiko. Sebaliknya, bila anak diajar untuk menghargai usaha, seperti konsentrasi, membuat strategi, dan bekerja keras, maka anak akan mengembangkan motivasi, performa, dan self-esteem yang sustainable.
Lebih lanjut, hal ini ternyata berkaitan dengan mindset kita. David Rock dalam bukunya Your Brain at Work menyatakan ada dua jenis mindset. Pertama adalah fixed mindset, yaitu pola pikir yang tetap. Lawannya adalah growth mindset, atau pola pikir yang bertumbuh. Contoh fixed mindset adalah, "Saya memang begini orangnya. Soal marketing saya tidak bisa menguasainya. Latar belakang pendidikan saya bukan di situ." Sementara growth mindset contohnya, "Dunia marketing memang belum pernah saya ketahui, tapi saya bisa mempelajarinya."
Kembali ke soal pujian, ternyata menurut Meng Tan (2012) dalam bukunya Search Inside Yourself, pujian pada pribadi akan memperkuat fixed mindset. Sedangkan pujian pada proses akan memperkuat growth mindset.
Lagipula, salah satu Bapak Psikologi Alfred Adler (1927) pernah menyatakan bahwa exhibisionisme (memamerkan ketelanjangan) berakar dari vanity yang bermula dari pujian-pujian orang tua yang mengarah ke fisik saja, bukan ke aktivitas anak.
Jadi mulai sekarang, perhatikan pujian yang kita keluarkan. Area apa yang kita puji, pribadi atau usahanya. Hati-hati dengan umpan balik yang kita berikan pada orang lain, baik bawahan, teman, istri, atau anak. Pujilah proses bukan pribadi. Gak mau kan kalau bawahan kita tiba-tiba jadi exhibisionis?




[1] Claudia M. Mueller and Carol S. Dweck from Columbia University. 1998. Praise for Intelligence Can Undermine Children's Motivation and Performance. Journal of Personality and Social Psychology 1998, Vol. 75, No. 1, 33-52, American Psychological Association, Inc.