Catatan: Teks di bawah ini saya ambil dari Cerpen karangan Suyono HR, yang ada dalam buku Kumpulan Cerpen "Sang Juara". Mengharukan sekali ceritanya. Semoga menjadi bahan refleksi bagi teman-teman semua. Bahagiakan orang tuamu selagi kamu masih sempat melakukannya, karena banyak orang yg tidak memiliki kesempatan itu, dan menyesalinya.
Dengan langkah kecil, Sarah digandeng ayahnya mendaki bukit "Bunga". Belum sampai dapat seperempat perjalanan, si kecil yang baru menginjak.umur empat tahun itu, telah merengek minta didukung.
Sarah kegirangan di atas dukungan ayahnya. Ia melonjak-lonjak sambil berteriak-teriak.
"Hai,. jangan begitu, Sarah!" larang ayahnya.
"Ha ha, Sarah naik kuda, Ayah!" jawab si kecil sambil terus melonjak-lonjak.
"Kita ke mana, Yah?"
"Ke tempat Ibu, Sarah!"
"Ibu rumahnya di mana, Ayah?"
"Di sana, di puncak bukit!" jawab ayahnya di sela napasnya yang terengah-engah. Setapak demi setapak, Pak Harja terus mendaki bukit itu sambil mendukung anaknya. Tanah agak becek dan licin karena hujan semalam.Udara pagi itu lembap. Langit berawan. Angin bertiup semilir dari arah utara. Sarah semakin keras berteriak-teriak ketika dilihatnya nenek dan kakeknya menyusul.
"Berhenti dulu, Yah. Berhenti! Kita sama-sama Kakek dan Nenek." teriak Sarah sambil terus turun dari, dukungan ayahnya.
Ketika yang ditunggu telah dekat, ia berteriak keras-keras, "Nenek ... Kakek ... !"
Kemudian Sarah minta didukung kakeknya.
"Sarah mau ke rumah Ibu, Kek!"
"Hem," sahut kakeknya singkat.
Betapa gembira hati Sarah ketika telah sampai di puncak bukit. Dijumpainya bunga-bunga yang beraneka warna bermekaran di sana-sini.
"Saya mau memetik bunga untuk Ibu, Kek," kata Sarah sambil turun dari dukungan kakeknya.
"Ibu pasti menggemari melati yang harum dan cantik ini, Ayah!"
"Ya, petiklah banyak-banyak!" sahut ayahnya.
"Juga mawar, Ayah?"
"Boleh!" jawab ayahnya sambil berdiri tertegun. Matanya tak berkedip memandang ke sebuah rumah kecil di sebelah sana.
"Sudah cukup banyak, Ayah. Ibu di mana, Ayah?"
"Ibu sedang tidur di rumah itu." jawab ayahnya sambil menggandengnya ke tempat tersebut.
"Nah, taburkanlah bunga-bungamu di sini!" kata ayahnya setelah sampai ke tempat yang dituju.
"Lalu bersihkanlah rumput-rumput di sekitar tempat tidur ibumu!"
"Ibu sedang tidur di sini, Ayah?" tanya Sarah sambil berpegangan pada batu nisan yang terbuat dari batu padas itu.
"Ya," jawab ayahnya perlahan.
Sarah menatap wajah ayahnya.
"Kapan Ibu bangun, Ayah?"
"Sssttt ..., kelak kalau Sarah sudah besar dan tidak nakal lagi," kakeknya menjawab.
"Saya mau makan banyak-banyak biar lekas besar ... Hihi ... mengapa Nenek menangis?"
Sejenak mereka tertegun tanpa bersuara.
Sarah dipeluk neneknya erat-erat."Sarah ... Sarah!" suara neneknya tersendat. "Empat tahun yang lalu, telah dikuburkan di tempat ini, ibumu yang meninggal dunia setelah melahirkan anak pertamanya engkau Sarah. Setengah jam kemudian, mereka meninggalkan kuburan di atas bukit yang terpelihara baik-baik itu.
"Ayah ... !" jerit Sarah terus disambung dengan tangisnya," Ibu ...! Ibu ...!"
Ia terus didukung ayahnya menuruni bukit itu.
"Ibu ...!Ibu ...!" teriak Sarah menyayat hati ayah; kakek dan neneknya. Mereka bergegas menuruni bukit itu. Gerimis telah mulai turun rintik-rintik.