Halaman

Kamis, April 09, 2009

Fakta Medis Penderitaan Yesus

Ini adalah sebuah penjelasan kedokteran mengenai apa yang diderita Yesus pada hari Ia wafat oleh Dr. C. Truman Davis.

Kita bisa mendalami beberapa detil derita Tuhan kita dari segi fisiologi dan anatomi. Apa sebenarnya yang diderita oleh tubuh Yesus dari Nasaret selama jam-jam penyiksaan itu?

Getsemani

Derita jasmaniah Kristus dimulai ketika di taman Getsemani. Yang menarik dari segi fisiologi ialah hal keringat darah. Sang tabib, Lukas, adalah satu2nya penulis injil yang memberitakan kejadian ini. Katanya, "Ia sangat ketakutan dan makin bersunguh-sungguh berdoa. Peluhnya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." (Luk. 22:44).

Ini adalah fenomena hematidrosis, atau berkeringat darah. Di bawah tekanan berat emosi, pembuluh2 kapiler kecil2 dalam kelenjar keringat pecah, sehingga mencampurkan darah dengan keringat. Proses ini saja sudah bisa menyebabkan kelemahan yang nyata dan syok.

Dalam pengadilanNya di depan sidang Sanhedrin dan Kaifas, sang imam agung, trauma luka jasmaniah pertama diterima. Seorang serdadu langsung menampar wajah Yesus ketika ia membisu saat ditanyai oleh Kaifas. Lalu para pengawal istana menutupi mataNya, mencemooh menggodaNya untuk mengenali mereka satu2, berputar2 melewatiNya, meludahiNya, lalu memukuli wajahNya.

Di Hadapan Pilatus

Esok paginya, sudah serba benjol, memar, dan terluka, dehidrasi, dan ditambah beban karena semalaman tidak tidur, Yesus dibawa melalui Yerusalem ke Pretorium dari Benteng Antonia, tempat kedudukan Pontius Pilatus. Kita mengetahui usaha Pilatus yang mencoba menimpakan tanggung jawabnya kepada Herodes Antipas, penguasa di Yudea. Tampaknya di tangan Herodes ini, Yesus tidak mengalami penyiksaan. Dan Ia dikembalikan ke Pilatus. Di sinilah kemudian, dalam menanggapi jeritan massa, Pilatus menyuruh membebaskan Barabas dan menetapkan agar Yesus disesah dan disalibkan.

Persiapan penyesahan Yesus pun dilaksanakan. Tahanan itu ditelanjangi dan tangan2Nya diikatkan ke suatu balok di atas kepalaNya. Serdadu Romawi pun maju ke depan dengan flagellum dalam tangannya. Ini adalah semacam cambuk pendek terdiri dari beberapa lembar kulit tebal dan berat yang di ujungnya masing2 diikati dua bola timah kecil tajam.

Pencambukan dipukulkan sepenuh tenaga, lagi dan lagi, terus-menerus di sekujur pundak, punggung, dan kaki2Nya. Pada awalnya lembaran2 kulit yang diberati itu hanya menembusi kulit saja. Lalu, ketika pemecutan berlanjut, terjadilah luka2 ibarat irisan ke bawah jaringan di bawah kulit. Mulailah perembesan darah dari kapiler2 dan pembuluh darah kulit dan akhirnya menyemprotlah darah arteri dari jaringan2 otot yang di dalam.

Mula2 bola2 timah yang kecil itu menyebabkan memar dalam yang akhirnya jadi pecah akibat pukulan2 susulan. Akhirnya, kulit di punggung tercabik2 bergantungan seperti pita2 panjang. Dan seluruh bidang terpukul itu sudah tak dapat dikenali lagi, sebab kini telah merupakan jaringan2 yang terkoyak2 penuh darah.

Saat seorang serdadu Romawi menyatakan bahwa tahanan itu sudah hampir mati, barulah pencambukan akhirnya dihentikan.

Pengolok-olokan dan Ejekan

Yesus yang setengah mati dan hampir pingsan, kemudian dilepas ikatannya dan dibiarkan jatuh lunglai ke lantai batu. Basah kuyup oleh darahNya sendiri.

Para serdadu Romawi, rupanya melihat kelucuan dalam diri orang Yahudi udik yang menganggap dirinya raja ini. Mereka melemparkan selembar jubah ke pundakNya dan memberikan sebatang buluh ke tanganNya sebagai tongkat kebesaran.

Ah.... ya, mereka juga masih membutuhkan sebuah mahkota untuk melengkapi ejekannya. Ada ranting2 lentur berduri panjang runcing. Biasanya dipakai untuk menyalakan perapian batu bara di halaman dalam gedung. Ranting duri ini mereka bentuk menjadi semacam mahkota kasar. Lalu mereka benamkan ke atas kepalaNya. Lagi2 banyak darah keluar ketika duri2 itu menembusi banyak pembuluh darah di kepala.

Setelah bosan mengejek dan memukuli wajahNya, para serdadu mengambil kembali buluh dari tanganNya, lalu dipakainya untuk memukuli kepalaNya. Ini semakin menancapkan duri2 ke dalam kulit kepalaNya.

Setelah kenyang dan jemu membaduti dan berolah raga cara sadis begitu, mereka kemudian mencopot dan menarik jubah itu dari punggungNya. Jubah itu sebelumnya sudah menempel pada bercak2 darah pada luka2Nya. Dan penarikannya, sama seperti pencopotan secara kasar pada perban suatu luka, menyebabkan sakit yang luar biasa. Luka2 pun kembali mengalami pendarahan.

Golgota

Dalam menghormati adat Yahudi, serdadu Romawi mengembalikan pakaianNya. Patibulum salib yang berat diikatkan ke atas pundakNya. Mulailah arak2an prosesi. Ada Yesus yang dihujat, dua penjahat, dan serdadu2 Romawi yang dipimpin oleh seorang centurion, dengan lambat bergerak menelusuri rute yang hari ini kita kenal sebagai Via Dolorosa.

Meskipun Yesus mencoba berjalan tegak, namun beratnya balok kayu, ditambah segala syok akibat kehilangan banyak darah, membuatnya tak berdaya. Terlalu berat dan banyak bagiNya. Ia terjerembab dan jatuh. Balok yang kayunya begitu kasar seakan tambah mencungkili kulit yang sudah tercabik2 dan otot2 di pundak itu. Dua kali Ia masih mencoba bangkit berdiri, tapi kekuatan otot manusia sudah terdorong sampai lewat batas kekuatannya.

Si centurion, sudah gemas dan tak sabar memulai penyaliban, memilih seorang penonton berwajah Afrika Utara, Simon dari Kirene, untuk membantu memikul salib itu. Yesus mengikuti, masih tetap belepotan darah di-mana2 dan berkeringat dingin. Keringat lembab akibat syok. Jarak tempuh sekitar 600 m dari Benteng Antonia ke Golgota itu akhirnya terjalani.

Tahanan kemudian ditelanjangi lagi seluruhnya, kecuali selembar kain cawat yang diijinkan bagi orang Yahudi. Penyaliban dimulai. Kepada Yesus ditawarkan anggur campur mur, semacam analgesik, pemati rasa sakit. Ia menolak minuman itu. Simon diperintahkan meletakkan patibulum di lantai, dan Yesus cepat2 didorong terlentang ke belakang, dengan pundakNya menekan pada kayu itu.

Serdadu itu pun meraba2, mencari dan merasakan lekuk cekung di depan pergelangan tangan. Ia palu tembuskan paku besar, persegi empat besi cor, melewati pergelanganNya dan ke dalam kayu. Segera ia pindah ke sisi satunya, dan mengulang tindakan itu. Cukup berhati2 agar tidak kelewat meregangkan tangan2Nya, masih membiarkan sedikit lenturan dan ruang gerak.

Kemudian patibulum ini diangkat dan ditempatkan di bagian atas stipes, dan titulus yang bertuliskan "Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi" dipakukan pada tempatnya.

Kaki kiri didorong ke belakang menekan kaki kanan. Dengan kedua kaki diluruskan, semua jari2 menghadap ke bawah. Sebatang besi cor besar dipakukan menembus lengkung telapak kaki, membiarkan lutut kaki masih melentur sedikit. Korban pun selesailah tersalib.

Di atas Salib

Saat Yesus perlahan mulai menggelantung ke bawah, dan dengan makin tambahnya beban pada paku2 di pergelangan tangan, rasa sakit tak terperikan. Teramat menusuk, menjalar lewat semua jari2 dan melalui lengan dan tangan, untuk kemudian meledak dahsyat di otak. Paku2 di pergelangan tangan menyebabkan tekanan pada saraf2 median, kelompok besar kumpulan saraf2 yang melintasi pertengahan pergelangan dan telapak tangan.

Ketika Ia mendorong diriNya ke atas untuk menghindari siksaan yang berlanjut ini, Ia meletakkan seluruh beban beratNya pada paku yang menembusi kakinya. Lagi2 ada arus gelombang rasa sakit dan nyeri luar biasa saat paku itu merobek saraf2 yang ada di antara tulang2 metatarsal kakiNya.

Tepat pada saat ini, terjadilah fenomena lainnya. Ketika tangan2 kelewat lelah, gelombang2 besar kram/kejang menerpa semua otot2, seakan mengikatnya dalam rasa sakit teramat dalam yang berdenyut2. Akibat tibanya serangan kram ini, mustahillah untuk mendorong menegakkan diriNya.

Begitu tergantung lagi pada tangan2Nya, otot2 pektoral, yaitu otot2 besar di rongga dada, dilumpuhkan. Akibatnya, otot2 antarkostal, yaitu otot2 kecil di antara tulang2 iga, tidak mampu berfungsi. Udara bisa dihirup masuk, tapi tak bisa dihembuskan keluar. Yesus bergumul untuk menegakkan diri hanya sekedar untuk mendapatkan sesaat nafas pendek. Akhirnya, tingkat karbon dioksida naik dalam paru2 dan dalam aliran darah di tubuh, dan sebagian dari serangan kram menghilang.

Kata-kata Terakhir

Secara tak teratur, Ia masih mampu mendorong menegakkan badanNya untuk bernafas. Pastilah di antara sela2 waktu ini Ia mengucapkan ketujuh kalimat2 singkat yang telah direkam Alkitab.

Pertama - saat melihat serdadu2 Romawi yang melemparkan dadu2 memperebutkan selembar jubahnya yang tak berjahit itu: "Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tak tahu apa yang mereka kerjakan."

Kedua - kepada penjahat yang bertobat: "...sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama Aku di dalam Firdaus."

Ketiga - memandangi Maria ibuNya, Ia berkata: "Ibu, inilah anakmu!" Lalu, berbalik melihat remaja Yohanes yang ketakutan dan dipenuhi kepiluan, murid kesayanganNya, Ia berkata: "Inilah ibumu!"

Jeritan yang keempat ialah, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?" Ia menderita berjam-jam. Siksaan kesakitan yang tak terbatas, gelombang dan siklus2 yang memuntir, kram sedemikan menyerikan seakan mengoyak mencopot tiap persendian tulang. Sebentar2 Ia alami sebagian sesak nafas karena kurangnya zat asam dalam darah, dan rasa sakit yang begitu hebat sekali ketika jaringan punggung-Nya seperti dicacah rajam dikelupas akibat gerakan naik turun saat bergesekan dengan permukaan kayu yang kasar itu. Lalu timbullah suatu penderitaan lain: sebuah rasa sakit yang amat sangat nyeri seakan menghimpit seluruh rongga dada ketika perikardium, kantung yang mengelilingi jantung, perlahan2 mulai terisi oleh serum dan mulai menekan jantung. Kesudahannya makin mendekat. Cairan tubuh yang hilang telah mencapai tingkat kritis; jantung yang tertekan berjuang untuk memompa darah berat yang kental dan lambat pada jaringan2 tubuh, dan paru2 yang tersiksa berusaha mencoba, seperti kebingungan dan serba kalut, untuk menghirup sedikit2 udara.

Sementara itu jaringan2 tubuhnya yang kekeringan mengirimkan gelombang rangsangan ke otak. Yesus terengah menjerit kelima kalinya: "Aku haus." Sebuah bunga karang/spons yang dicelupkan dalam posca, anggur asam murahan minuman utama para legioner Romawi, didekatkan ke bibir Yesus. Tubuhnya kini sudah dalam keadaan sekarat ekstrim sekali, dan Ia bisa merasakan dinginnya maut merangkak memasuki jaringan2 tubuhNya.

Kesadaran ini menyebabkanNya membisikkan kata keenam, mungkin hanya sedikit lebih keras daripada sekedar suatu bisikan tersiksa: "Sudah selesai."

Misi penebusan dosa telah selesai dirampungkan. Akhirnya, Ia bisa membiarkan tubuhnya untuk mati. Dengan suatu hentakan terakhir himpunan kekuatan, Ia sekali lagi menginjakkan kakinya yang terkoyak pada paku, meluruskan kaki2Nya, menarik napas yang lebih dalam, dan melontarkan jeritan terakhir dan ketujuhNya: "Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu."

Kematian

Cara umum untuk mengakhiri suatu penyaliban ialah lewat krurifraktur, yaitu pematahan tulang2 kaki. Ini menghindari sang korban untuk menegakkan dirinya. Akibatnya tekanan pada otot2 di daerah dada tidak terlepaskan, dan terjadilah percepatan proses pencekikan. Kaki kedua penjahat dipatahkan, tapi ketika serdadu2 mendekati Yesus, mereka melihat proses ini tidak perlu bagiNya.

Untuk memastikan Yesus benar2 telah mati, legiuner itu menikamkan tombaknya di antara tulang2 iga, ke atas melewati perikardium dan ke dalam jantung. Yohanes 19:34b mengatakan, "dan segera mengalir keluar darah dan air." Jadi ada cairan seperti air yang mengalir keluar dari kantung pengeliling jantung dan juga darah dari dalamnya jantung. Ini adalah bukti konklusif bahwa Yesus telah mati. Bukan karena mati lemas tercekik seperti biasanya akibat penyaliban, melainkan karena gagal jantung disebabkan oleh syok dan penyesakan serta penyempitan jantung gara2 adanya cairan di perikardium.

Kebangkitan dari Maut

Dari uraian di atas, kita telah melihat ringkasan kejahatan yang bisa manusia tunjukkan terhadap sesamanya dan terhadap Allah. Ini merupakan tindakan buruk dan mengerikan. Mungkin bisa membuat kita berada dalam keadaan hati yang remuk redam karena sedih dan tertekan.

Tetapi penyaliban bukanlah akhir dari kisah ini. Kita bisa bersyukur bahwa kita masih mempunyai suatu sambungan. Sebuah tindakan penyelamatan dari Allah untuk manusia. Ada kasih pengampunan tak terbatas dari Allah pada umat manusia, karunia penebusan. Semua terjadi karena ada kebangkitan Yesus dari alam maut.

Dr. C. Truman Davis is a graduate of the University of Tennessee College of Medicine. He is a practicing ophthalmologist, a pastor, and author of a book about medicine and the Bible.

Sumber dari : http://www.sarapanpagi.org/
yang mengambil dari New Wine Magazine, April 1982.
Used with permission.
Originally published in Arizona Medicine, March 1965,
Arizona Medical Association.

3 komentar:

  1. Philipus Setyanto has download and use this material under permision. Thanks.

    BalasHapus
  2. Memang ngeri rasanya kalau baca ini. Sakit sekali penderitaan Tuhan kita. Padahal Dia adalah Tuhan yang bisa aja menghindari ini semua. Namun Dia lakukan karena Dia mengasihi Anda dan saya...

    BalasHapus
  3. ihh ngeri bgd c..
    gak sanggup bacanya

    BalasHapus